Untung Mengilap dari Produksi Botol Kaca
Gaya hidup sehat yang semakin populer turut mengubah peta bisnis. Standar masyarakat terhadap hal-hal yang menyangkut kesehatan menjadi kian tinggi, termasuk botol air minuman.
Masyarakat pun mengincar produk makanan atau minuman yang tidak sekadar enak, tetapi juga sehat bagi tubuh.
Selain tuntutan terhadap produk konsumsi yang meningkat, kemasan pun menjadi perhatian masyarakat. Buktinya, kemasan yang tak aman, seperti beberapa jenis plastik, sekarang dihindari. Masyarakat cenderung mencari kemasan yang aman untuk tubuh dan lingkungan.
Sedang kemasan yang jadi pilihan adalah botol kaca. Penyebabnya, kaca tidak berpori dan kedap terhadap reaksi kimia. Bahan baku utama pembuatannya pun alami, yakni pasir. Tak heran, kini sebagian konsumen memilih produk dengan kemasan botol kaca.
Lihat saja produk santapan sehat yang sedang tren. Mayoritas produk tersebut dikemas di dalam botol kaca. Bukan itu saja, industri farmasi pun mengandalkan kemasan botol untuk produknya, meski dengan kemasan yang lebih mini.
Situasi ini memunculkan peluang usaha untuk memproduksi botol kaca. Sayangnya, lantaran membutuhkan investasi yang gemuk, belum banyak yang berani melirik usaha ini.
Di dalam negeri, produsen botol kaca kebanyakan pabrik besar. Salah satunya adalah PT Kangar Consolidated Industries atau yang kini dikenal dengan O-I. Perusahaan ini beroperasi di Jakarta sejak 1973. O-I memproduksi botol kaca untuk berbagai merek makanan dan minuman.
Bayu Agung Nugraha, Business Development Manager O-I Indonesia mengatakan, kebutuhan botol kaca terus meningkat dari tahun ke tahun. Walaupun sebenarnya, kemasan plastik masih merajai sektor ini.
Botol kaca sendiri baru menyumbang 5%–10% dari total kemasan yang beredar. “Meski pangsa pasar kecil, tapi pertumbuhan permintaan botol kaca sangat bagus,” ujar dia.
Pertumbuhan organik sekitar 10%. Jika ditambah dengan produk-produk baru yang menggunakan botol kaca, pertumbuhannya 20%. Tahun lalu, kenaikan permintaan botol kaca di O-I bahkan mencapai 40%.
Antonius Darmadi, Account Manager O-I Indonesia menuturkan, perusahaan yang menggunakan kemasan botol kaca untuk produknya memang lebih concern terhadap kualitas brand. Secara visual, botol yang transparan membuat konsumen bisa melihat isi produk dengan jelas.
Kemasannya juga terlihat lebih elegan hingga harganya lebih mahal daripada produk dengan kemasan nonkaca. “Botol kaca lebih higienis dan tidak merusak konten produk,” ucap dia.
Produsen botol kaca lain adalah Firna Glass yang berada di kawasan Pulo Gadung, Jakarta Timur. Firna Glass menghasilkan botol kecil berukuran 100 gram–150 gram dan botol besar untuk takaran 1 kilogram (kg). Saban hari, pabrik Firna membuat 120.000 botol kecil dan 80.000 botol besar.
Adapun harga jualnya beragam, berkisar Rp 5.000 sampai Rp 25.000 per buah. “Dalam penjualan, kami tidak menggunakan sistem agen, tetapi langsung mengantarkan ke pabrik-pabrik yang memesan botol,” ujar Tjiu Aweng, Kepala Bagian Marketing Firna Glass.
Aweng mengatakan peluang bisnis pabrik botol di Indonesia cukup besar lantaran masyarakat mulai banyak menggunakan kemasan kaca sebagai pembungkus makanan, seperti kue, permen, dan madu. “Di Indonesia, untuk pabrik botol baru ada lima,” tutur Aweng.
Untuk omzet, Firna Glass menargetkan pendapatan Rp 2 miliar–Rp 2,5 miliar per bulan. Sementara untuk keuntungan bersihnya, per ton bisa mencapai Rp 12 juta tergantung tingkat kerumitan desain botol.
O-I membedakan pesanan menjadi dua jenis, yakni special item dan free item. Special item dibuat berdasarkan order klien. Kelebihannya, botol tidak bisa digunakan klien lain. Namun, harganya tentu lebih mahal dibandingkan jenis free item. Selain itu, botol special item ini butuh waktu pengerjaan dan pemesanan lebih lama. “Klien harus pre-order (PO) dulu, sekitar seminggu hingga dua bulan sebelum botol diambil,” kata Bayu.
Secara umum, botol kaca bisa digunakan berulang-ulang, asal tidak pecah atau cacat. Namun, O-I menyarankan agar botol kaca produksinya hanya digunakan sekali saja, terutama botol free item.
Botol kaca O-I diproduksi di dua dapur api. Dapur pertama memproduksi botol berwarna bening dengan kapasitas 250 ton per hari. Sementara, dapur kedua membuat botol-botol kaca yang agak keruh atau kecokelatan dengan kapasitas 140 ton per hari. Banderol harga botol sekitar Rp 1.100–Rp 1.500 per buah. Adapun margin keuntungan yang bisa dipetik mencapai 20%.
Pabrik skala besar
Anda tertarik menjajal bisnis pembuatan botol kaca? Bayu menuturkan, investasi untuk merintis usaha ini sangat besar. Pasalnya, botol kaca biasanya diproduksi di pabrik skala besar yang punya mesin lengkap.
Sekitar tahun 1999, Bayu pernah membuat proyeksi usaha produksi botol kaca. Dengan hitung-hitungan kurs rupiah sekitar Rp 16.000 per dolar AS dan luas lahan pabrik 1.500 meter persegi, modal yang dibutuhkan sebesar Rp 80 miliar. “Itu sudah lengkap termasuk seluruh mesin, lahan, dan karyawan,” kata dia.
Namun Bayu mengatakan peluang untuk memulai dari skala kecil pasti ada. “Asalkan mesinnya berkapasitas kecil,” kata Bayu.
Banyak usaha kecil menengah (UKM) yang membutuhkan botol kaca. Kebutuhan UKM itu tidak dipenuhi produsen besar yang ada saat ini, karena pesanan mereka di bawah order minimum.
Beberapa elemen yang dibutuhkan untuk merintis usaha ini, ialah lahan yang luas untuk membangun pabrik, mesin, serta karyawan. Pasalnya, usaha pembuatan botol ini benar-benar production minded.
Saat ini, pabrik O-I dibangun di atas lahan seluas 8.000 meter persegi. Mesinnya merupakan mesin khusus yang dirancang oleh O-I yang berpusat di Ohio, Amerika Serikat (AS). Tiap dapur terdiri dari tiga lini mesin.
Sekarang karyawan O-I berjumlah 350 orang. Bayu menuturkan, karyawan perusahaan ini pernah mencapai 1.000 orang. Akan tetapi, seiring kemajuan teknologi, proses pembuatan bisa diotomatisasi hingga jumlah karyawan dikurangi.
Ada empat bahan baku utama dalam pembuatan botol kaca. Bayu menyebut bahan baku tersebut ialah pasir silika atau pasir kaca, kapur, soda as, dan biji kaca atau cullet. Bahan-bahan seperti pasir silika dan kapur tersedia di Indonesia. Sementara, soda as harus diimpor dari AS. Adapun cullet didapat dari botol bekas yang dibeli dari pemulung. Biji kaca digunakan untuk mengurangi energi dalam pembuatan kaca.
Proses pembuatan botol di O-I berlangsung selama 24 jam nonstop tiap hari. Bahkan, pada hari-hari libur umum, seperti Lebaran dan Natal, produksi tetap berputar. “Makanya, konsumsi listrik kami juga tinggi dan diusahakan tidak berhenti sedetik pun karena akan mengganggu produksi dan bisa merusak mesin,” tegasnya.
Secara garis besar, proses membuat botol kaca terdiri dari enam langkah. Pertama, botol bekas yang harus disortir dulu. Botol tersebut dipisahkan berdasarkan warna, serta dipisah dari tutupnya. Selanjutnya, botol dihancurkan menggunakan mesin crusher.
Setelah dihancurkan, cullet digabungkan dengan material lainnya untuk dibakar dalam temperatur yang amat tinggi. Kemudian, botol dipotong sesuai ukuran sebelum dicetak sesuai kebutuhan. Setelah itu, botol harus didinginkan. Pendinginan dilakukan secara bertahap agar tidak pecah.
Adapun Firna Glass biasanya membuat botol parfum, botol kosmetik, botol obat, botol makanan, jar dan botol jus. Aweng menuturkan, mesin untuk membuat botol kaca Firna Glass didatangkan dari Jerman. Ketika dibeli, harganya mencapai Rp 9 miliar untuk enam lini mesin. Untuk mendukung proses produksi. “Pabrik ini memiliki total 1.500 karyawan untuk bagian produksi dan kantor”, ungkap Aweng.
Dia juga berpesan bagi pengusaha baru yang tertarik untuk membuka pabrik botol untuk mengutamakan pelayanan pada konsumen serta mempertahankan kualitas botol yang bagus. Soal layanan, setiap ada komplain dari pelanggan harus segera direspons. Sementara untuk kualitas botol, bisa dilihat dari warna yang mengilap.
Potensi stoples ukuran kecil
Seiring dengan kesadaran akan kesehatan, produk-produk yang mendukung gaya hidup sehat pun semakin laris di pasaran. Termasuk stoples atau jar yang terbuat dari kaca. Pasalnya, banyak produsen makanan atau minuman yang mengemas produknya dalam stoples tersebut.
Kepala Bagian Marketing Firna Glass Tjiu Aweng mengatakan banyak pengusaha baru yang tertarik mendirikan pabrik botol kaca karena peluangnya masih sangat besar. “Sekarang jar dari kaca bagus dari segi penjualan,” kata Aweng.
Ungkapan senada dituturkan Bayu Agung Nugraha, Business Development O-I Indonesia. Menurut dia, jika suatu produk diawali dengan kemasan botol, maka produk lain akan mengikuti. Ia mencontohkan sambal. Lantaran satu merek menggunakan stoples kaca sebagai kemasan, kini hampir semua merek sambal melakukan hal serupa.
Selain itu, stoples kaca kerap digunakan untuk produk selai dan madu. Bayu bilang, tiap daerah punya makanan atau minuman khas masing-masing. Di situlah peluang untuk membuat stoples kaca semakin terbuka.
Ia menambahkan, saat ini stoples kaca yang sedang ngetren adalah stoples yang berukuran kecil. Ada beberapa merek makanan yang mengubah komposisi produknya dari 300 gram menjadi 200 gram.
Permintaan botol mini pun mengikuti. Mereka minta O-I membuatkan stoples kaca berukuran tersebut. “Stoples kecil, isinya pun cepat habis dan sering dibeli, berbeda dengan botol besar yang isinya lama habis,” ujar dia.
Sumber: kaltimpost.co.id