Tokyo – Dari 20 pengusaha yang mengikuti Misi Dagang Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita ke Tokyo, Jepang, 27-29 November lalu, Amir Sudjono adalah yang termuda. Dia kelahiran Purwokerto, 20 Januari 1983. Tapi soal kepemimpinan dan kemampuannya berbisnis, banyak pengusaha layak berguru kepadanya.
Betapa tidak. Ketika dia merintis usaha pembuatan bulu mata dan rambut palsu (wig) pada 2008, pekerjanya cuma tujuh orang. Tapi selang beberapa tahun kemudian, jumlah pegawai PT Bio Takara melonjak drastis hingga mencapai 2.000 orang.
Di wilayah Purwokerto dan Purbalingga, sejak 1960-an banyak warganya yang menggantungkan nasib dengan menjadi pembuat wig dan bulu mata palsu. Memasuki era tahun 2.000, investor asing, khususnya dari Korea Selatan berdatangan ke daerah tersebut untuk memproduksi wig dan bulu mata secara lebih canggih. Hingga sekarang tercatat ada sekitar 30 perusahaan yang bergerak di usaha itu dengan jumlah tenaga kerja yang terserap sekitar 50.000 orang.
“Saya beruntung karena umumnya karyawan di Bio Takara merupakan generasi kesekian yang selain punya bakat alam, juga telah banyak belajar dari orang tua mereka,” tutur Amir saat berbincang dengan detikfinance di sela-sela acara.
Membuat bulu mata palsu, dia melanjutkan, bukan pekerjaan mudah, butuh ketekunan, dan waktu yang cukup lama. Semula, Amir yang meraih gelar sarjana Teknik Mesin dan Aerospace dari Cornell University pada 2005, sama sekali tak terpikir akan menjadi pengusaha bulu mata palsu. Ia kuliah di jurusan itu semata karena terkenal paling susah dan menantang.
“Semasa kuliah saya belum ada cita-cita yang jelas. Tapi dengan mengambil jurusan yang susah, pikiran kita jadi lebih kuat,” ujarnya.
Meski begitu, arah dirinya akan menjadi pengusaha terlihat dari ilmu yang ditekuninya kemudian di Fudan University Shanghai. Amir mengambil jurusan Chinese Economy and International Finance. Suatu hari, dia membaca berita terkait para pengusaha yang mengeluhkan upah pekerja di China mulai mahal. Hal itu pada saatnya akan memicu eksodus ke negara lain yang upah pekerjanya masih tergolong lebih murah.
Amir sadar, di kampung halamannya ada banyak perusahaan modal asing yang beroperasi. Pola pikir mereka pun sepertinya akan sama, sehingga lambat laun akan meninggalkan Indonesia jika dianggap tak lagi kompetitif. Guna mengantisipasi hal-hal yang tak diinginkan seperti itulah, dia bertekad mendirikan perusahaan yang bisa menyerap banyak tenaga kerja.
“Kalau saya kan apapun yang terjadi enggak akan meninggalkan negara dan kampung halaman,” kata Amir.
Ketika banyak media memotret minimnya kesejahteraan para pekerja di industri bulu mata, dia tak kecut. Sebab para karyawan di Bio Takara tergolong di atas rata-rata. “Karyawan kami sejahtera. Gaji mereka di atas UMK dan bahkan banyak yang bisa berlipat-lipat di atas UMK jika produktifitasnya tinggi,” katanya.
Selain memperhatikan kesejahteraan pegawainya, Amir juga memperhatikan lingkungan masyaraka sekitarnya. Dia, misalnya, mendirikan sekolah Mulia Bakti untuk tingkat TK, SD, dan SMK. Uniknya, sekolah itu merupakan hasil kerja sama berkesinambungan antara Bio Takara, pemasok bahan baku dan para pelanggan.
Karena dia berobsesi, para pelajar yang menimba ilmu di sekolah itu dapat bergaul di kancah Internasional, bahasa pengantar sengaja menggunakan Indonesia, Inggris, dan Mandarin. “Biayanya sengaja dibuat agar terjangkau untuk masyarakat kebanyakan,” ujar Amir.
Salah satu kunci kemajuan Bio Takara yang dikelolanya, kata Amir, adalah inovasi produk. Untuk itu dia mengaku hampir setiap musim mondar-mandir ke Tokyo, Jepang. Tepatnya kawasan Harajuku untuk mendapatkan ide-ide desain produknya. Di sana, kata dia, berbagai macam mode yang mungkin tak terbayangkan oleh orang kebanyakan justru bisa bermunculan.
“Ibaratnya kalau saya bilang, Harajuku itu pusat laboratorium fashion dunia,” tuturnya.
Berkaca dari kesuksesan produk wig dua warna, kata Amir, kini dia tengah mempertimbangkan untuk memperkenalkan produk bulu mata dua warna. Meski tampaknya cuma perubahan kecil, tapi dia yakin hal ini memberikan variasi yang membedakan produk perusahaannya dibandingkan dengan perusahaan lain.
“Saya ingin Bio Takara menjadi pemain kunci dalam industri produk kecantikan di Asia Tenggara,” katanya.
Soal kapasitas produksi dan omzet perusahaan yang dikelolanya, meski menyebutkan angka-angka, Amir mewanti-wanti agar hal tersebut tak perlu diungkap ke publik. Dia lebih suka mengungkapkan dua penghargaan Primaniyarta yang diraihnya pada 2014 dan 2017 dari Kementerian Perdagangan sebagai indikasi bonafiditas perusahaannya. Dia meraih Primaniyarta untuk kategori ‘Eksportir Potensi Unggulan’.
“Waktu 2014 karena Pak Jokowi belum dilantik, jadi diwakilkan oleh Mendag M. Luhtfi,” kenang Amir.
Dia memasok produk bulu mata palsu, wig perempuan dan toupess (wig untuk lelaki), ke sekitar 30 negara di Amerika Tengah, Eropa Barat, Asia Timur, Timur Tengah, dan Eropa Selatan.
“Untuk bulu mata itu kalau yang premium class ya made inIndonesia yang dipilih customer di luar (negeri),” pungkasnya.
Sumber: Detik.com