Kemajuan teknologi informasi membawa kita bertransisi dari era interruption marketing (pemasar sengaja mengganggu aktivitas orang untuk menanamkan pesan ke alam bawah sadar mereka) menuju era influencer marketing (pemasaran melalui berita dari mulut ke mulut (word of mouth) dan komunitas), The days of “interruption marketing“ through disruptive ads are ending—people want to learn from trusted peers, not faceless companies.(Backaler, 2018).
Pendekatan influencer marketing semakin berkembang dengan hadirnya platform Web 2.0, sebuah platform aplikasi yang memfasilitasi pengguna untuk berbagi informasi secara interaktif, , desain yang berpusat pada pengguna, dan bisa saling berkolaborasi di World Wide Web. Beberapa bentuk Platform Web 2.0 antara lain: web based communities, hosted services, web applications, social-networking sites, video-sharing sites, wikis, dan blog.
Adanya Platform Web 2.0 yang mendorong penggunanya untuk berpartisipasi aktif dengan berbagi konten dan informasi menyebabkan semakin banyak orang yang menghabiskan waktunya secara online. Hal ini memberikan peluang untuk membangun Brand Image sebuah kota dan tempat sebagai destinasi melalui internet. Oleh sebab itu, pemerintah kota dan pengelola lokasi (destinasi) sebaiknya memanfaatkan keragaman platform Web 2.0 sebagai saluran untuk mengkomunikasikan Brand Image kota ataupun lokasi destination.
Namun, Rowley (2004) mengingatkan platform online merupakan layanan berbasis informasi yang terbatas hanya mengkomunikasi tentang gambaran sebuah lokasi (destinasi), sedangkan Brand merupakan sebuah pengalaman. Secara ideal, Brand sebuah kota atau tempat destinasi terjadi saat pengunjung hadir secara fisik untuk merasakan sensasi dan pengalaman saat berkunjung dan berinteraksi pada tempat tersebut. Hal ini menjadi tantangan dalam membangun digital branding city.
Oleh sebab itu, Rowley (2004) menawarkan dalam membangun digital branding city, ada dua hal yang perlu dilakukan, yakni (1) mempromosikan brand values, brand identity dan brand personality kota ataupun lokasi destinasi dan (2) menciptakan komunitas online yang akan bercerita tentang kota ataupun lokasi destinasi. Lebih lanjut Magdalena Florek (2011) menyebutkan komunitas online telah terbukti memiliki pengaruh kuat dalam membangun persepsi tentang kota. Oleh karena itu, pemerintah kota dan pengelola lokasi sebaiknya memanfaatkan teknologi interaktif online dan melibatkan komunitas online sebagai bagian dari strategi branding kota (Florek, 2011).
Begitu besarnya pengaruh teknologi terhadap marketing dan branding, maka Pak Bi mengajarkan bagaimana menyiasati konsumen di era Marketing 4.0. Dalam Workshop Offline Ekslusif “Bisa Bikin Brand” yang akan diselenggarakan tanggal 28-29 Juni 2022, pada hari pertama peserta akan diajak belajar perbedaan era Marketing dan strategi yang sesuai dengan setiap eranya:
Marketing 1.0 – Product Centric
Marketing 2.0 – Consumer Centric
Marketing 3.0 – Customer Identity
Marketing 4.0 – Community Base
Ini saatnya Indonesia “Membumbui Dunia Pesona Kota-Kota di Indonesia”
Kreasi Anak Bangsa, Cita rasa untuk Dunia
Cita Rasa Dunia … Indonesia
Silakan subcribe channel Youtube pak Subiakto, untuk mendapatkan inspirasi dan insight dalam membangun bisnis yang sustainable dan profitable.