rumahukm.com. Masih banyak pebisnis yang meyakini bahwa produk yang dirancang dengan baik dan didukung riset pasti sukses di pasar. Faktanya, seringkali produk yang dianggap sempurna bisa saja ditolak konsumen, sementara produk yang dianggap aneh justru laris di pasaran.
Misalnya: Red Bull, saat pengujian produk mendapat respon negatif, seperti ‘menjijikkan’, ‘rasa seperti obat’ dan ‘saya tidak akan pernah minum produk ini’. Namun, saat ini Red Bull tersedia di mana-mana di hampir seluruh dunia (Barden, 2013).
Situasi ini, sama dengan pengalaman Pak Bi, saat merancang produk Kopiko “Gantinya Ngopi”. Hasil riset pasar menunjukkan konsumen tidak bisa menerima Kopiko sebagai “Gantinya Ngopi”. Namun, sukses dalam penjualan dalam tiga bulan pertama, setelah peluncurannya.
Oleh karena itu, Gupta et al (2009) menyampaikan pebisnis harus paham betul consumer-perceived value yang mempengaruhi perilaku pembelian konsumen. Di sisi lain, Pak dalam “Kitab Bisa Bikin Brand” menyebutkan sebaiknya produk yang dibuat relevan dengan kebiasaan dan ritual konsumen.
Jadi, buatlah produk berdasarkan consumer-perceived value, kebiasaan dan ritual konsumen biar bisa menembus “subconscious mind” konsumen dan mereka beli produk anda tanpa mikir.
Bagaimana cara merancang produk brand berdasarkan kebiasaan dan ritual konsumen, lengkapnya akan diulas di Workshop Bisa Bikin Brand tanggal 24-25 September 2024.
Bagi yang berminat untuk mendapatkan inspirasi dan insight membangun bisnis yang sustainable dan profitable bisa langsung ke website subiakto.com dan rumahukm.com serta subscribe channel Youtube pak Subiakto di Subiakto Official.
Ini saatnya Indonesia “Membumbui Dunia dengan Produk Lokal Indonesia”
Kreasi Anak Bangsa, Cita rasa untuk Dunia
Cita Rasa Dunia … Indonesia
Penulis: JF Sebayang