Jakarta – Pemerintah mengklaim Indonesia siap menguasai pasar otomotif ASEAN. Namun peneliti ekonomi internasional dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Pangky Tri Febiyansyah, mengatakan berdasarkan temuan timnya di lapangan, komponen otomotif tidak bisa langsung masuk dalam industri.
“Ini perlu jadi catatan, ketika pemerintah mengatakan otomotif menjadi motor utama di Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), komponen otomotif juga harus diatur agar network-nya bisa masuk. Cina, Taiwan itu sukses karena melibatkan UKM dalam produksi network-nya,” kata Pangky saat dihubungi Tempo, Jumat, 1 Januari 2016.
Negara-negara kawasan Asia Tenggara telah bersepakat mulai memberlakukan pasar tunggal mulai 1 Januari 2016. Ini dilakukan guna meningkatkan daya saing ASEAN dengan Cina dan India dalam menarik investasi asing. Pembentukan pasar tunggal ini memungkinkan satu negara menjual barang dan jasa dengan mudah ke negara-negara lain di seluruh Asia Tenggara sehingga kompetisi semakin ketat.
Pangky berujar komponen otomotif yang diimpor juga menjadi masalah. “Ini karena UKM sendiri yang belum dilibatkan dalam sistem produksi. Misal dari Cina harga kompetitif dengan harga murah dengan kualitas yang hampir sama dengan kualitas domestik.”
Untuk itu, pemerintah perlu melihat kebijakan impor komponen otomotif dan aksesorinya. Temuan lapangan menunjukan bahwa banjirnya produk Cina menjadi masalah untuk usaha kecil menengah, seperti di Jakarta dan Jawa Timur.
“Fundamentalnya yang harus diperhatikan. Harus seperti apa kebijakan impor dan seperti apa melakukan inovasi dan peningkatan kapasitas dari UKM,” kata Pangky.
Pangky mencontohkan, bentuk konkret dari kebijakan rencana industri nasional. Memang ada kebijakan peningkatan inovasi, peningkatan industri hulu, tapi tidak diikuti implementasi. “Kami lihat breakdown-nya masih belum mengarah ke sana hanya berupa besaran saja. Bahayanya kalau itu dilakukan pemerintah, hasilnya tidak akan tepat sasaran.”
Contoh untuk industri baja saja, sudah ditetapkan baja seperti apa yang dibutuhkan untuk keperluan domestik. “Nah, secara langsung kalau ini tidak disediakan mereka akan impor dan harga tidak kompetitif lagi,” ujar Pangky.
Sumber: bisnis.tempo.co