Kupang – Welem Dimuheo bersama ratusan petani garam di Kampung Bali, Kecamatan Sabu Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), mengangkut garam yang telah dimasukkan ke karung berukuran 50 kilogram yang telah disimpan dalam gudang garam mereka. Garam curah ini merupakan hasil karya petani di daerah yang berbatasan dengan negara tetangga Australia.
Di Kampung Bali terdapat hamparan garam yang terbentang luas di atas lahan 12 hektare. Garam itu merupakan olahan air laut yang ditempatkan di petak-petak yang telah dibuat oleh pemerintah setempat. Dalam 10 hari, petani selalu memproduksi garam sebanyak 12 ton.
Penduduk setempat, yang sebelumnya berprofesi sebagai petani dan nelayan, mulai menggeluti garam sejak kepemimpinan Bupati Marthen Dira Tome dan Nikodemus Rihi Heke. Walaupun sempat ditolak warga setempat, produksi garam itu akhirnya dinikmati warga sekitar.
Garam yang dipanen setiap 10 hari dengan hasil mencapai 12 ton itu ditampung di gudang yang telah disiapkan di sekitar lahan garam tersebut. Setelah ditampung sekian lama, akhirnya garam Nataga kebanggaan warga Sabu Raijua itu berhasil diekspor ke luar daerah untuk pertama kalinya.
Permintaan garam pertama ini tidak main-main. Sebanyak 2.000 ton akan dikirim ke Pontianak, Kalimantan Barat, untuk memenuhi kebutuhan garam nasional. Garam dari pabrik itu diangkut menggunakan truk dan diantar ke kapal Optimus milik salah satu pengusaha garam asal Surabaya yang berada di Pelabuhan Biu, Kecamatan Sabu Timur.
“Kami sempat dibuat resah karena garam sudah menumpuk hingga berton-ton tapi belum terdistribusikan,” kata Welem, ketua kelompok tani garam di kampung tersebut.
Di kampung itu, petani setempat telah memanen garam sebanyak 1.600 ton selama setahun terakhir ini. Tokoh masyarakat setempat, Muskai Lado, sangat senang dengan pendistribusian ini. Sebab, usaha petani selama ini telah membuahkan hasil berupa peningkatan kesejahteraan masyarakat. “Kami sangat berterima kasih kepada pemerintah yang telah membantu kami dari pengolahan, produksi, sampai pengiriman ke luar daerah,” katanya.
Pemerintah setempat pun mengajak investor garam nasional untuk membeli garam Nataga di Sabu Raijua dengan kualitas super. Kepala Dinas Perindag, Koperasi, dan UKM Sabu Raijua Lewi Tandirura mengajak pembeli dan pemilik pabrik garam datang ke Sabu Raijua. “Garam Nataga memiliki kualitas terbaik,” katanya.
PT Multi Guna Surya Pratama, Surabaya, merupakan perusahaan pertama yang membeli garam Nataga sebanyak 2.000 ton untuk kebutuhan garam nasional. Karena itu, dia berharap kerja sama dengan perusahaan garam nasional ini berkelanjutan dan tidak hanya garam curah, tapi juga garam olahan di pabrik garam milik pemerintah setempat. “Mari datang beli garam Nataga di Sabu,” ajaknya.
Bupati Sabu Raijua Marthen Dira Tome melepas pengiriman perdana garam Nataga itu dengan memecahkan kendi di sebuah truk pengangkut garam sebelum diangkut menggunakan kapal Optimus .
Marthen mengatakan Indonesia, khususnya Sabu Raijua, mempunyai potensi garam yang sangat luar biasa. Karena itu, dia mempertanyakan kebijakan pemerintah yang masih mengimpor garam dari India dan Cina untuk memenuhi kebutuhan garam nasional. Indonesia masih defisit garam sebanyak 2,6 juta ton per tahun. “Di Sabu ada garam yang tidak kalah dengan garam impor,” katanya.
Menurut dia, garam ini merupakan salah satu jenis usaha yang dikembangkan di Pulau Sabu untuk meningkatkan pendapatan asli daerah. Saat ini telah dikembangkan di lahan seluas 121 hektare dengan penghasilan setahun mencapai 43.500 ton. “Kami akan kembangkan hingga 2000 hektare,” katanya.
Dia meyakini produksi Garam Nataga ini mampu memenuhi kebutuhan garam di Indonesia. Karena itu, dia berharap masyarakat bisa terus mengembangkan potensi garam ini walaupun diakuinya garam Sabu baru dilirik oleh investor nasional.
Dengan garam ini, kata Marthen, akan menciptakan lapangan kerja sebanyak 20 ribu orang, dan pendapatan asli daerah Rp 30-40 miliar setahun. “Kami ingin dari garam PAD bisa meningkat menjadi Rp 400-500 miliar per tahun,” katanya.
Sumber: Tempo.co