rumahukm.com. Sekarang ini semakin mudah konsumen untuk mendapatkan produk berkualitas dengan harga terjangkau. Situasi membuat semakin sulit bagi tiap brand untuk mempertahankan loyalitas konsumen yang dengan mudahnya berpindah ke brand pesaing.
Namun, beberapa brand seperti Apple, Harley, MINI, Volkswagen Beetle memiliki sekelompok penggemar setia dan sangat setia (devoted fans) yang sulit berpindah ke brand lain. Perilaku konsumen yang fanatik ini menarik perhatian akademisi dan praktisi pemasaran untuk dipelajari.
Holbrook (1986) memperkenalkan konsep perilaku konsumen fanatik yang ditandai dengan adanya “deep involvement”, “compulsion” dan addiction” yang membentuk jati diri dan identitas konsumen tersebut. Selain itu, penggemar yang sangat setia ini memperlihatkan rasa kagum yang sangat kuat bahkan menganggap brand tersebut sesuatu yang sakral. Perilaku konsumen ini melahirkan apa yang dikenal dengan “Brand Worship”
Misalnya, penggemar Apple di China. Selain mengidolakan Steve Jobs, mereka juga membeli dan mengoleksi setiap seri produk Apple. Bahkan, mereka bersedia mengantri untuk mendapatkan produk yang baru diluncurkan. Lebih ekstrimnya lagi, sebagian konsumen bersedia membuat tato logo Apple di lengan mereka untuk menonjolkan identitas unik mereka dan memperlihatkan semangat untuk menjadi evangelist Apple. Majalah Time menyebut fenomena ini sebagai “Cult of Apple” (Beech, 2012).
Situasi ini mendorong Liu & Wang (2020) melakukan studi terhadap komunitas penggemar online Apple di Tiongkok untuk mengetahui lebih jauh terkait brand worship. Hasil studi memperlihatkan hubungan antara penggemar yang sangat setia (devoted fans) dan Brand memiliki karakter dan ciri yang sama dengan hubungan antara penganut agama dengan agamanya.
Lebih lanjut, Liu & Wang (2020) mengungkapkan brand worship memiliki tiga faktor utama, yakni brand faith (berupa nilai, kecemasan dan harapan), brand religiosity (keajaiban, kekaguman, dan ekstasi) dan brand devotion (rasa syukur dan kesetiaan).
Jadi, brand worship merupakan keadaan spiritual, emosional, dan pengalaman yang sakral dari penggemar yang memuja “brand cult”.
Brand worship telah melampui melampaui keterikatan emosional dan telah mulai naik ke tingkat ranah spiritual dan sakral (Wang et al., 2019). Meskipun Brand worship merupakan keadaan hubungan merek konsumen yang relatif jarang dan ekstrem. Namun, fenomena yang terjadi pada komunitas Apple memperluas pemahaman kita tentang Brand-Consumer Relationship dan Brand Fandom.
Adanya fenomena Brand worship, mendorong perubahan pendekatan marketing yang memanfaatkan nilai-nilai spiritual dan emosional yang relevan dengan jati diri konsumen untuk membangun Brand Fandom yang kuat.
Situasi ini sejalan dengan Kotler et al (2011) yang menyebutkan adanya pergeseran dari Marketing 1.0 yang berorientasi produk ke arah Marketing 3.0 yang fokus pada pada keyakinan dan nilai-nilai yang selaras dengan “human spirit” konsumen.
Pak Bi dalam “Kitab Bisa Bikin Brand” menyampaikan marketing 3.0 merupakan pendekatan pendekatan holistik yang melihat konsumen sebagai manusia multidimensi, value-driven dan mitra kolaborasi.
Oleh sebab itu, Marketing 3.0 fokus pada co-creation untuk menciptakan value bersama antara produk dan pembelinya yang bisa menciptakan jati diri konsumen.
Bagaimana cara menerapkan Marketing 3.0 pada bisnis anda ?
Caranya mudah saja. Mulailah dengan membaca “Kitab Bisa Bikin Brand” dan kemudian ikuti serial workshop “Bisa Bikin Brand”
Lebih lanjut, untuk mendapatkan inspirasi dan insight membangun bisnis yang sustainable dan profitable bisa langsung ke website subiakto.com, indonesiaspicingtheworld.com dan rumahukm.com serta subscribe channel Youtube pak Subiakto di Subiakto Official.
Ini saatnya Indonesia “Membumbui Dunia dengan Produk Lokal Indonesia”
Kreasi Anak Bangsa, Cita rasa untuk Dunia
Cita Rasa Dunia … Indonesia
Penulis: JF Sebayang