Bisnis Kain Sulam Khas Gorontalo, Wanita Ini Raup Omzet Rp 360 Juta/Tahun

0
560
Foto: Yulida Medistiara/Detik

Jakarta – Kerajinan tangan khas daerah hampir punah jika tidak ada langkah inovasi dan pelestarian. Salah satunya kerajinan sulam Karawo khas Gorontalo dengan motif khas daerah Gorontalo.

Cara membuat Karawo tergolong sulit, misalnya bahan kain katun dibentuk pola motif Gorontalo, selanjutnya diiris sehingga membentuk lubang, lubang tersebut dihitung dan dicabut benangnya, lalu diikat dan dimasukkan benangnya.

Salah satu pengrajin Karawo adalah Karsumbunda yang telah memulai usaha sejak tahun 2004.

Ia memulai usaha dengan modal awal membeli beberapa peralatan Rp 15 juta. Saat ini, penghasilan per bulannya mencapai Rp 30 juta.

“Omzet setiap bulan Rp 30 juta per bulan, paling minim Rp 360 juta per tahun,” ujar Karsum, di pameran UMKM, Balai Kartini, Jakarta Selatan, dua pekan lalu.

Ia memiliki 50 karyawan tetap, selama satu tahun menyiapkan 600 pieces stok dan bisa bertambah produksinya hingga 1.000 pieces ketika ada pesanan.

Sejak tahun 2011, ia mengaku mendapat pembinaan dari Bank Indonesia (BI) cabang Gorontalo dan tergabung di Kelompok Gabungan Cinta Karawo. Di mulai dari pelatihan desain dan motif Karawo, ia mengaku banyak mendapat pelatihan-pelatihan perbaruan motif dan promosi dari BI.

“Paling banyak dipromosikan oleh BI, sampai-sampai setiap Kamis pegawainya pakai Karawo,” ujar Karsum.

Kisaran harganya dipatok sekitar Rp 700.000 hingga Rp 1,2 juta untuk bahan katun, sutra, dan dobi. Namun, bisa lebih murah menggunakan bahan sifon Rp 200.000. Ada kain SBY seharga Rp 900.000, kain itu dinamakan SBY karena pada saat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi presiden, mampir ke Gorontalo dan memakai kain motif dan bahan tersebut sehingga paling banyak dicari masyarakat. Ada pula produknya berbentuk kipas tangan Rp 30.000 dan jilbab Rp 75.000.

Pembelinya mayoritas berasal dari Gorontalo karena setiap Kamis, PNS Gorontalo diwajibkan memakai karawo untuk atasan dan sebagai bawahannya adalah batik. Siswa SD juga memakai karawo, meskipun hanya di bagian depan kanan seragamnya bertuliskan Tut Wuri Handayani setiap Jumat.

Gerai miliknya ada di Desa Mongolato, Kecamatan Telaga Dusun 4, Jalan Kasimpanigoro, Kabupaten Gorontalo. Serta bisa dilihat di website www.tokokarawo.com milik Kelompok Gabungan Cinta Karawo.

Kerjasama BI dan Pemda Mengembangkan Karawo

Kepala Unit Akses Keuangan UMKM (UAKU) BI, Provinsi Gorontalo, Ilham menyebut, awalnya BI melakukan penelitan dengan perguruan tinggi untuk melihat kerajinan apa yang dapat dikembangkan. Lalu, setelah dilihat potensi karawo barulah mengembangkan kerajinan tersebut karena hampir punah.

“Karawo adalah kerajinan Gorontalo yang hampir punah motifnya itu-itu saja karena orang asli Gorontalo malu karena memakai itu sekan-akan itu orang tua. Kita lakukan seleksi, pelatihan, padu padan warna, pola, pelatihan mengiris, menyulam, kita latih semua, akhirnya dijadikan cluster 2011-2014,” kata Ilham.

Pada tahun 2012, Karawo telah dipatenkan milik Gorontalo. Hal itu karena identik milik Manado.

“Kita juga melakukan kerja sama dengan Pemda ada hari karawo pada tanggal 23 Januari. Dibuatlah festival karawo tanggal 9-13 Oktober nanti antara Pemda dan BI. Kebutuhan akan karawo kan naik tuh, anak sekolah itu wajib pakai karawo minimal pada tulisan Tut Wuri Handayaninya di hari Jumat, sementara PNS hari Kamis,” kata Ilham.

Sumber: Detik.com

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here