rumahukm.com. Kamu pasti sudah nggak asing dengan istilah brand personality. Yes, topik ini sudah banyak dibahas di postingan-postingan saya sebelumnya. Bagi yang belum tau, brand personality adalah konsep yang merujuk pada serangkaian karakteristik manusia yang dikaitkan dengan sebuah brand.
Sejarah dari brand personality ini bisa ditelusuri lagi ke teori-teori psikologi dan marketing yang mencoba memahami tentang gimana konsumen berinteraksi dengan suatu brand. Salah satu tokoh penting dalam pengembangan konsep ini adalah David Aaker, seorang profesor di bidang marketing yang dikenal luas lewat karyanya dalam brand management. Dalam bukunya berjudul “Building Strong Brands” (1996), Aaker mengusulkan bahwa suatu brand ternyata bisa memiliki kepribadian yang mirip dengan manusia, dimana terdiri dari lima dimensi:
- sincerity (ketulusan)
- excitement (semangat)
- competence (kompetensi)
- sophistication (sofistikasi)
- ruggedness (kekasaran).
Nah, teori ini memberikan dasar bagi banyak riset dan praktek dalam menciptakan dan mengelola brand personality.
Jean-Noël Kapferer, seorang pakar branding asal Prancis, juga berkontribusi signifikan dalam pengembangan konsep brand personality. Dalam bukunya “The New Strategic Brand Management,” Kapferer memperkenalkan model brand identity prism yang mencakup aspek fisik, kepribadian, budaya, hubungan, refleksi, dan self image. Menurut Kapferer, brand personality adalah salah satu elemen kunci yang membantu suatu bisnis bisa membangun hubungan emosional dengan konsumennya. Model prisma ini membantu bisnis untuk memahami dan mendefinisikan brand identity-nya dengan lebih holistik, termasuk efeknya yang bisa memengaruhi persepsi dan loyalitas konsumen.
Konsep brand personality ini juga berakar dari teori-teori psikologi sosial, salah satunya teori social identiy-nya Henri Tajfel. Teori ini menjelaskan bagaimana individu mendefinisikan diri mereka sendiri berdasarkan keanggotaan dalam kelompok sosial tertentu, yang juga bisa diterapkan pada bagaimana konsumen mengidentifikasi diri mereka dengan suatu brand. Brand dengan kepribadian yang kuat dan konsisten ternyata bisa membantu konsumen mengekspresikan identitas diri mereka dan merasa bagian dari komunitas tertentu. Kalo kata Pak Bi @subiakto, brand adalah brand saat bisa membentuk konsumen “jadi siapa”. Masih ingat?
Yes, sejarah dan pengembangan konsep brand personality menunjukkan gimana interseksi antara psikologi, marketing, dan brand management bisa menciptakan hubungan yang lebih mendalam dan bermakna antara brand dan konsumen. Sedalam dan sevital itu.
Mau tau lebih banyak tentang brand dan strategi-strategi dahsyatnya dari master branding-nya langsung? Ikut Workshop Offline Eksklusif BBB bareng Pak Bi di 23-24 Juli ini, yuk!
Pelajari insight-insight lainnya seputar branding dengan Follow akun IG @subiakto, subscribe YouTube Subiakto Official, dan baca artikel-artikel insightful di website www.subiakto.com.
Penulis: Nungki Mayangwangi